Featured Post

Belajar pajak berbasis SPT 2024

Belajar pajak bukan hanya mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Pajak yang berlaku di suatu negara adalah suatu sistem, sistem perpajakan. Memahami sistem berarti Anda harus melihatnya sebagai bagian-bagian yang saling berhubungan, siapa saja pihak yang terlibat, serta tujuan akhir yang ingin dicapai. Ketentuan pajak juga merupakan norma hukum yang harus dipatuhi dan memiliki konsekuensi berupa sanksi, bahkan hingga hukuman pidana, bagi yang melanggarnya. Materi yang WSD berikan di sini dimaksudkan untuk berpihak kepada Anda sebagai Wajib Pajak. Cakupan materi dilengkapi secara inkremental dan dimutakhirkan setiap saat. Anda akan mendapati satu entry baru setiap hari. Semoga bermanfaat. WSD kembali menyelenggarakan Brevet Pajak dan Kursus Akuntansi Praktis! Hubungi admin (WhatsApp) untuk info lebih lanjut. Ketentuan umum dan tata cara perpajakan NPWP: nomor pokok wajib pajak NPWP orang pribadi PKP: pengusaha kena pajak Pajak penghasilan orang pr

Bea meterai: pajak atas dokumen

Bea meterai adalah pajak atas dokumen. Apa yang dimaksud dengan meterai? Meterai adalah label atau carik, dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya, yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman, yang dikeluarkan oleh pemerintah, yang digunakan untuk membayar pajak atas dokumen.

Dokumen yang menjadi objek bea bea meterai dikenai bea meterai dengan tarif tetap sebesar Rp10.000.

Objek bea meterai

Bea meterai dikenakan atas dokumen. Apa yang dimaksud dengan dokumen? Dalam ketentuan bea meterai, dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan.

UU Bea Meterai pasal 3 ayat (1) mengatur dokumen yang dikenai bea meterai adalah:

  • dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata (huruf a)
  • dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan (huruf b)

Kejadian yang bersifat perdata (huruf a) adalah kejadian yang masuk dalam ruang lingkup hukum perdata mengenai orang, barang, perikatan, pembuktian, dan kedaluwarsa. Dokumen yang bersifat perdata meliputi:

  • Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya. Surat lainnya yang sejenis adalah surat yang sejenis dengan surat pernyataan, antara lain surat kuasa, surat hibah, dan surat wasiat. Rangkap adalah satuan dari jumlah dokumen. Sebagai contoh, surat perjanjian yang dibuat oleh dua pihak dalam dua rangkap, maka masing-masing dokumen terutang bea meterai.
  • Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya. Pada prinsipnya, bea meterai sebagai pajak atas dokumen hanya dikenakan satu kali untuk setiap dokumen. Hal ini mengandung arti bahwa grosse, salinan, dan kutipan akta notaris dikenai bea meterai yang sama dengan aslinya.
  • Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya. Salinan akta adalah salinan kata demi kata dari seluruh akta dan pada bagian bawah salinan akta tercantum frasa “diberikan sebagai SALINAN yang sama bunyinya”. Yang dimaksud dengan “kutipan akta” adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian dari akta dan pada bagian bawah kutipan akta tercantum frasa “diberikan sebagai KUTIPAN”.
  • Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Surat berharga bisa berupa saham, obligasi, cek, bilyet giro, aksep, wesel, sukuk, surat utang, warrant, option, deposito, dan sejenisnya, termasuk surat kolektif saham atau sekumpulan surat berharga lainnya. Sebagai contoh, penerbitan 100 lembar saham yang dituangkan dalam satu surat kolektif saham, maka bea meterai hanya terutang atas surat kolektif sahamnya saja.
  • Dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Dokumen transaksi surat berharga bisa berupa bukti atas transaksi pengalihan surat berharga yang dilakukan di dalam bursa efek berupa trade confirmation atau bukti atas transaksi pengalihan surat berharga lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dokumen berupa akta notaris, kuitansi, atau dokumen lainnya, yang digunakan sebagai bukti atas transaksi pengalihan surat berharga yang dilakukan di luar bursa efek.
  • Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang.
  • Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000 yang menyebutkan penerimaan uang, atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan. Jumlah uang ataupun nilai nominal ini juga dimaksudkan jumlah uang ataupun nilai nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing. Untuk menentukan nilai rupiahnya, jumlah uang atau nilai nominal tersebut dikalikan dengan nilai tukar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat dokumen itu dibuat sehingga dapat diketahui apakah dokumen tersebut dikenai atau tidak dikenai bea meterai.
  • Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bea meterai atas dokumen yang digunakan sebagai alat pembuktian di pengadilan mencakup:

  1. dokumen yang terutang bea meterai yang belum dibayar lunas, termasuk dokumen yang bea meterainya belum dibayar lunas, tetapi telah kedaluwarsa, dan
  2. dokumen yang sebelumnya tidak dikenai bea meterai karena tidak termasuk dalam pengertian objek bea meterai.

Dokumen yang sebelumnya tidak dikenai bea meterai terlebih dahulu harus dilakukan pemeteraian kemudian pada saat akan dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan. Ketentuan ini menegaskan bahwa jenis dokumen dapat berubah menjadi jenis dokumen alat bukti di pengadilan karena digunakan untuk maksud yang berbeda dengan maksud saat dokumen tersebut dibuat.

Apa yang dimaksud dengan pemeteraian kemudian? Pemeteraian kemudian adalah pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari pejabat tertentu.

Dokumen yang merupakan objek bea meterai yang telah dibayar bea meterainya, saat digunakan sebagai dokumen alat bukti di pengadilan, tidak wajib lagi dilakukan pemeteraian kemudian.

Bukan objek bea meterai

UU Bea Meterai pasal 7 mengatur bea meterai tidak dikenakan atas Dokumen yang berupa:

  • Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang (huruf a)
  • Segala bentuk ijazah (huruf b).
  • Tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud (huruf c)
  • Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan (huruf d)
  • Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan (huruf e)
  • Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi (huruf f)
  • Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada nasabah (huruf g)
  • Surat gadai (huruf h)
  • Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama dan dalam bentuk apa pun (huruf i)
  • Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter (huruf j)

Dalam rangka menunjang kegiatan lalu lintas orang dan barang, dokumen-dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang tidak dikenai bea meterai. Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang (huruf a) meliputi:

  1. Surat penyimpanan barang
  2. Konosemen. Konosemen adalah surat muatan kapal atau surat keterangan (pengantar) barang yang diangkut dengan kapal.
  3. Surat angkutan penumpang dan barang
  4. Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang
  5. Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim
  6. Surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5. Surat lainnya adalah surat yang tidak disebut pada angka 1 sampai dengan angka 5, namun karena isi dan kegunaannya dapat disamakan dengan surat dimaksud, maka surat yang demikian ini tidak dikenai bea meterai. Contohnya adalah surat titipan barang, ceel gudang, dan manifes penumpang.

Ijazah (huruf b) bisa berupa surat tanda tamat belajar, tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, pelatihan, kursus, penataran, dan yang sejenisnya.

Dokumen yang menyebutkan simpanan uang (huruf g) mencakup dokumen yang berisi pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam simpanan nasabah di rekening di bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang atau berisi pemberitahuan saldo atas simpanan tersebut.

Dokumen yang menyebutkan simpanan surat berharga mencakup pula dokumen yang berisi pembukuan, penyimpanan, kepemilikan, atau pemberitahuan saldo surat berharga nasabah di kustodian.

Contoh dokumen simpanan uang di bank antara lain berupa tabungan dan giro. Contoh dokumen simpanan surat berharga di kustodian antara lain statement of account.

Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter (huruf j) antara lain dokumen penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Diskonto Bank Indonesia (SDBI), repurchase agreement (Repo) dan reverse repurchase agreement surat berharga, dokumen swap termasuk swap lindung nilai, dokumen transaksi USD Repo, dokumen pembelian wesel ekspor berjangka, serta dokumen penempatan berjangka.

Saat terutang bea meterai

UU Bea Meterai pasal 8 ayat (1) mengatur bea meterai terutang pada saat:

  • dokumen dibubuhi tanda tangan (huruf a)
  • dokumen selesai dibuat (huruf b)
  • dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen tersebut dibuat (huruf c)
  • dokumen diajukan ke pengadilan, untuk dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan (huruf d)
  • dokumen digunakan di Indonesia, untuk dokumen yang bersifat perdata yang dibuat di luar negeri (huruf e)

Bea meterai terutang pada saat dokumen dibubuhi tanda tangan (huruf a), untuk:

  1. surat perjanjian beserta rangkapnya
  2. akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya, dan
  3. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya.

Tanda tangan adalah tanda sebagai lambang nama sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan atau cap nama, atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan, atau tanda tangan elektronik.

Saat terutang bea meterai atas dokumen yang dibubuhi tanda tangan dalam ketentuan ini adalah pada saat dokumen itu telah selesai dibuat, yang ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan. Sebagai contoh surat perjanjian jual beli, bea meterai terutang pada saat ditandatanganinya perjanjian tersebut.

Bea meterai terutang pada saat dokumen selesai dibuat (huruf b), untuk:

  1. surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan
  2. dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Saat terutang bea meterai atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini adalah pada saat dokumen dibuat oleh pihak yang menerbitkan dokumen. Dokumen dalam ketentuan ini tidak melibatkan atau membutuhkan tanda tangan sehingga saat terutang atas jenis dokumen dalam ketentuan ini terjadi pada saat dokumen selesai dibuat. Penentuan selesai dibuatnya suatu dokumen biasanya diketahui dari tanggal dokumen, tetapi dapat juga diketahui dari tanda lainnya yang dapat menunjukkan saat dokumen selesai dibuat. Sebagai contoh adalah trade confirmation pembelian surat berharga saham di bursa efek yang berupa dokumen elektronik, bea meterai terutang pada saat trade confirmation dibuat secara sistem oleh perusahaan.

Bea meterai terutang pada saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen tersebut dibuat (huruf c), untuk:

  1. surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya
  2. dokumen lelang, dan
  3. dokumen yang menyatakan jumlah uang.

Saat terutang bea meterai atas dokumen dalam ketentuan ini adalah pada saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, bukan pada saat ditandatangani, misalnya kuitansi, cek, dan sebagainya. Saat terutang untuk dokumen dalam ketentuan ini terkait dengan manfaat atas dokumen yang baru terjadi saat diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen dibuat.

Saat digunakan di Indonesia (huruf e) adalah saat dokumen dimanfaatkan atau difungsikan sebagai pelengkap atau penyerta untuk suatu urusan dalam yurisdiksi Indonesia.

Sebagai contoh, dokumen perjanjian utang-piutang yang dibuat di luar negeri, digunakan di Indonesia pada saat dokumen tersebut dijadikan sebagai dasar untuk penagihan utang piutang, dasar untuk pencatatan atau pembukuan, atau lampiran dalam suatu laporan.

Menteri Keuangan dapat menentukan saat lain terutangnya bea meterai. Jika dalam pelaksanaan di lapangan terdapat kesulitan mengenai penetapan saat terutangnya bea meterai, menteri dapat menetapkan saat lain selain yang ditentukan dalam UU Bea Meterai.

Sebagai contoh, jika pembuatan dokumen berupa bukti pengalihan surat berharga tidak dapat diketahui saat selesainya, maka dapat ditetapkan saat lain untuk menentukan saat terutangnya bea meterai, misalnya saat kontrak ditandatangani atau saat dicatat dalam pembukuan.

Pihak yang terutang bea meterai

UU Bea Meterai pasal 9 mengatur:

  • Dokumen yang dibuat sepihak, bea meterai terutang oleh pihak yang menerima dokumen.
  • Dokumen yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, bea meterai terutang oleh masing-masing pihak atas dokumen yang diterimanya.
  • Dokumen berupa surat berharga, bea meterai terutang oleh pihak yang menerbitkan surat berharga.
  • Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, bea meterai terutang oleh pihak yang mengajukan dokumen.
  • Dokumen yang dibuat di luar negeri dan digunakan di Indonesia, bea meterai terutang oleh pihak yang menerima manfaat atas dokumen.

Ketentuan di atas tidak menghalangi pihak atau para pihak untuk bersepakat atau menentukan mengenai pihak yang membayar bea meterai.

Pemungut bea meterai

UU Bea Meterai pasal 10 ayat (1) mengatur pemungutan bea meterai yang terutang atas dokumen yang bersifat perdata dapat dilakukan oleh pemungut bea meterai.

UU Bea Meterai pasal 11 mengatur pemungut bea meterai wajib:

  • memungut bea meterai yang terutang atas dokumen tertentu dari pihak yang terutang
  • menyetorkan bea meterai ke kas negara, dan
  • melaporkan pemungutan dan penyetoran bea meterai ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.

Pembayaran bea meterai yang terutang

UU Bea Meterai pasal 12 mengatur pembayaran bea meterai yang terutang pada dokumen dilakukan dengan menggunakan meterai atau surat setoran pajak (SSP).

Meterai bisa berupa meterai tempel, meterai elektronik, atau meterai dalam bentuk lain.

Pembayaran bea meterai dapat dilakukan dengan menggunakan SSP jika mekanisme pembayaran bea meterai dengan menggunakan meterai dianggap tidak efisien atau bahkan tidak dimungkinkan. Contohnya adalah dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan dalam jumlah besar yang pembayarannya melalui pemeteraian kemudian. Pemberian alternatif dalam pembayaran bea meterai ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam pembayaran bea meterai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Download PSAK terbaru | PDF | exposure draft

Contoh jurnal penjualan dan pertukaran aktiva tetap

Contoh jurnal dan cara menghitung PPh pasal 22