Featured Post

Belajar pajak berbasis SPT 2024

Belajar pajak bukan hanya mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Pajak yang berlaku di suatu negara adalah suatu sistem, sistem perpajakan. Memahami sistem berarti Anda harus melihatnya sebagai bagian-bagian yang saling berhubungan, siapa saja pihak yang terlibat, serta tujuan akhir yang ingin dicapai. Ketentuan pajak juga merupakan norma hukum yang harus dipatuhi dan memiliki konsekuensi berupa sanksi, bahkan hingga hukuman pidana, bagi yang melanggarnya. Materi yang WSD berikan di sini dimaksudkan untuk berpihak kepada Anda sebagai Wajib Pajak. Cakupan materi dilengkapi secara inkremental dan dimutakhirkan setiap saat. Anda akan mendapati satu entry baru setiap hari. Semoga bermanfaat. WSD kembali menyelenggarakan Brevet Pajak dan Kursus Akuntansi Praktis! Hubungi admin (WhatsApp) untuk info lebih lanjut. Ketentuan umum dan tata cara perpajakan NPWP: nomor pokok wajib pajak NPWP orang pribadi PKP: pengusaha kena pajak Pajak penghasilan orang pr

Teori akuntansi – aset

Update: Materi berikut sebagian besar diadaptasi dari textbook teori akuntansi dari Amerika Serikat. Meskipun demikian, konsep-konsep dasar aset menurut US GAAP tidak berbeda signifikan dengan IFRS, sehingga materi ini tetap relevan.


Aset merupakan salah satu unsur laporan keuangan yang didefinisikan sebagai berikut:

Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.

Aset merupakan manfaat ekonomi yang mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat dari transaksi atau kejadian di masa lampau.

Aset dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok besar, yaitu:

  • Aset lancer (current assets)
  • Investasi jangka panjang (long term investment)
  • Aset tetap (property, plant and equipment)
  • Aset tak berwujud (intangible assets)

Beberapa jenis aset yang tidak dapat dikelompokkan dalam kelompok di atas dikelompokkan dalam aset lain-lain.

Pembahasan berikut akan terdiri dari:

  1. Karakteristik aset
  2. Saat pengakuan aset (recognition)
  3. Pengukuran aset (measurement)
  4. Penyajian aset (presentation)

Aset lancar

Karakteristik dan Pengakuan

Aset lancar memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Diharapkan dapat direalisasikan sebagai kas atau dijual atau dikonsumsi selama siklus operasi normal perusahaan
  • Lebih ditekankan pada harapan atau niat daripada ketersediaan, khususnya dalam hal surat-surat berharga ( marketable securities ).

Menurut PSAK 1, suatu aset diklasifikasikan menjadi aset lancar jika aset tersebut:

  1. Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu siklus operasi normal perusahaan, atau
  2. Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisir dalam Jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca atau
  3. Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.

Hendriksen membagi aset lancar menjadi 2 golongan:

  1. Aset lancar moneter, yaitu klaim terhadap jumlah tertentu dari satuan mata uang pada tingkat daya beli saat itu. Aset lancar moneter memiliki nilai satuan uang tetap namun dengan daya beli yang dapat berbeda. Yang termasuk dalam aset lancar moneter adalah kas, piutang dagang, investasi moneter, ( investasi dalam obligasi dan wesel tagih ).
  2. Aset lancar non-moneter, yaitu hak/klaim, atas sejumlah uang pada suatu tanggal tertentu dimasa depan, yang pada saat ini jumlahnya tidak dapat diketahui dengan pasti. Contoh aset lancar non moneter adalah invesasi dalam saham, persediaan dan biaya dibayar di muka. Ketiga item ini memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan aset moneter, yaitu Nilai sekarangnya tidak dapat diestimasi dengan cara mendeskontokan Nilai jatuh tempo dimasa depan dan menyesuaikannya dengan ketidakpastian dalam penagihan.

Umumnya baik aset lancar moneter atau non-moneter diakui pada saat diperoleh.

Pengukuran

Perbedaan yang seru telah terjadi selama berabad-abad tentang bagaimana cara terbaik untuk mengukur aset. Salah satu pihak ( historian ) cenderung untuk mendukung historial cost, sementara pihak lain ( futurist ) cenderung untuk mendukung current cost.

Pengkuan aset lancar dipengaruhi oleh dua hal yaitu :

  1. Keharusan untuk menganut sifat konservatif
  2. Tingkat kepastian realisasi

Contoh pengukuran yang berhubungan dengan sifat konservatif adalah penilaian persediaan berdasarkan LOCOM ( mana yang lebih rendah antara harga perolehan dan Nilai pasar ). Contoh pengukuran yang berhubungan dengan tingkat kepastian realisasi adalah surat berharga yang dinilai berdasarkan harga pasar. Hal ini dapat dilakukan karena adanya secondary market yang menyediakan kepastian dalam jual beli surat berharga.

Berikut akan disajikan secara ringkas pengukuran dari beberapa pos aset lancar :

  • Kas: Disajikan sesuai nilai sekarang yang sudah pasti yaitu sebesar nilai nominal mata uang tersebut. Dalam hal kas tersebut dalam mata uang asing, maka harus dikonversikan ke mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal neraca.
  • Piutang: Disajikan berdsarkan nilai realisasi bersih ( Net Realizable Value ). sebenarnya piutang harus dinilai sesuai nilai jatuh tempo yang didiskontokan ke masa sekarang. Tetapi karena perbedaan antara hasil diskonto dan nilai jatuh tempo tidak material, maka pendiskontoan tidak dilakukan. Sesuai asas konservatif, nilai jatuh tempo ini harus dikurangi dengan taksiran jumlah piutang yang tidak tertagih.
  • Investasi moneter. Dinilai sesuai nilai pasar pada tanggal neraca.
  • Persediaan: Dinilai berdasarkan nilai yang terendah antara harga pasar dan harga perolehan
  • Biaya dibayar di muka: Dinilai berdasarkan kas yang dikeluarkan untuk memperoleh manfaat yang baru akan dinilai pada periode berikutnya.

Penyajian

Perusahaan menyajikan aset lancar terpisah dari aset tidak lancar dan liabilitas jangka pendek terpisah dari liabilitas jangka panjang kecuali untuk industri tertentu yang diatur dalam SAK khusus. Aset lancar disajikan menurut ukuran likuiditas sedangkan liabilitas disajikan menurut urutan jatuh temponya.

Aset Tetap

Karakteristik dan Pengakuan

Menurut PSAK, aset tetap adalah:

Aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

Hendriksen mengatakan, bahwa aset tetap dalam hal ini plant dan equipment memiliki bweberapa karakteristik tambahan yaitu:

  • Berupa barang fisik yang digunakan untuk memproduksi barang lain/jasa
  • Memiliki masa manfaat yang terbatas
  • Dinilai berdasarkan hak untuk menggunakan aset tersebut
  • Sifatnya non moneter
  • Menghasilkan jasa selama periode yang lebih panjang dari satu tahun atau satu siklus operasi perusahaan, mana yang lebih panjang.

Suatu aset berwujud harus diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap bila:

  1. Besar kemungkinan ( probable ) bahwa manfaat keekonomian di masa yang akan datang yang berkaitan dengan aset tersebut akan mengalir ke dalam perusahaan, dan
  2. Biaya perolehan aset dapat diukur

Pengukuran

Suatu benda berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan.

  • Jika beberapa aset diperoleh melalui pembelian gabungan (lump-sum). Untuk aset yang diperoleh melalui pembelian gabungan, maka harga gabungan dialokasi pada aset berdasarkan perbandingan nilai wajar dari masing-masing aset.
  • Jika aset baru dibangun dengan terlebih dulu menjual atau menghancurkan aset lama. Harga perolehan aset baru harus mencakup harga jual aset lama ditambah dengan biaya pemindahan ( removal cost ).

Dalam pembangunan aset baru, perusahaan akan menghadapi persoalan yang menyangkut biaya bunga dan alikasi biaya overhead yang digunakan secara bersamaan ( joint overhead cost ).

Biaya Bunga

Biaya bunga yang timbul karena perusahaan meminjam uang untuk membangun aset, dapat diperlukan sebagai berikut :

  1. Biaya bunga seluruhnya dianggap beban. Alasannya adalah karena perusahaan bias menghindari timbulnya beban ini dengan mengeluarkan dana sendiri ( ekuitas ). Meskipun demikian alasan ini tetap tidak menafikan adanya biaya untuk menggunakan dana.
  2. Hanya biaya bunga aktual yang dibayar atas pinjaman untuk tujuan khusus yang dikapitalisasikan. Asumsinya adalah bunga merupakan biaya bunga adalah biaya yang sesungguhnya dibayar ke kreditor. Namun, karena nilai sekarang aset adalah sama bagaimanapun cara pendanaannya, maka jika bunga pinjaman dikapitalisir, seharusnya bunga atas ekuitas pemilik juga dikapitalisir.
  3. Biaya bunga atas pinjaman untuk tujuan apapun dikapitalisasi biaya bunga akan mencerminkan opportunity cost dari penggunaan dana baik yang berasal dari luar maupun dari ekuitas sendiri.
  4. Seluruh biiaya bunga atas penggunaan dana baik yang berasal dari luar maupun yang berasal dari ekuitas dikapitalisasikan.

Menurut PSAK, biaya pinjaman yang secara langsung dapat diantribusikan dengan perolehan, konstruksi atau produksi suatu aset tertentu harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut.

Alokasi Biaya Overhead

Masalah lain yang timbul dalam pembangunan sendiri suatu aset baru oleh perusahaan adalah bagaimana biaya overhead dapat dialokasikan secara tepat kepada aset baru dan kepada produksi normal.

Ada empat usulan

  1. Jangan bebankan biaya overhead ke aset baru. Asumsi yang mendasari Usulan ini adalah bahwa biaya overhead seharusnya dibebankan seluruhnya ke operasi normal dalam periode berjalan, karena sebagian besar merupakan biaya tetap. Kapitalisasi sebagian dari biaya overhead kedalam aset tetap akan menyebabkab beban periode berjalan menjadi terlalu rendah, dan laba bersih periode berjalan menjadi terlalu tinggi.
  2. Bebankan tambahan biaya overhead ke aset baru ( artinya hanya tambahan biaya overhead variable ). Argumen yang mendasari usulan ini adalah jika seluruh biaya overhead dibebankan pada periode berjalan, maka laba bersih periode berjalan menjadi lebih rendah daripada yang seharusnya. Padahal tambahan biaya overhead tersebut timbul karena adanya pembangunan aset baru, oleh karenanya harus dikapitalisasi sebagai bagian dari aset baru.
  3. Bebankan biaya overhead ke aset baru sejumlah overhead yang penggunaannya untuk produksi normal terbatasi dengan adanya pembangunan aset baru.
  4. Bebankan biaya overhead secara proporsional antara aset baru dan produksi normal. Argumennya adalah aset baru akan menyumbangkan tambahan pendapatan di kemudian hari. Oleh karenanya sebagian biaya overhead harus dikapitalisasi karena memberi manfaat dimasa yang akan datang.

Jika aset baru diperoleh dengan cara penukaran dengan aset lama.

  • Cara pertama: Aset baru dinilai berdasarkan nilai wajar dari aset lama.
  • Cara kedua: Jika nilai wajar aset lama tidak tersedia, aset baru dinilai berdasarkan nilai wajar dari aset baru.
  • Cara ketiga: Jika nilai wajar aset lama dan aset baru tidak tersedia, maka aset baru boleh dinilai berdasarkan Nilai tercatat ( carrying value ) dari aset lama.
  • Cara keempat: Khusus untuk pertukaran aset yang sejenis, kerugian boleh langsung diakui tetapi keuntungan harus dikapitalisasi.

Penyusutan

Menurut PSAK, penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi.

Menurut Hendriksen, ada dua konsep penyusutan yaitu:

  • Suatu pengukuran atas penurunan Nilai aset ( setelah dinyatakan kembali untuk perubahan harga umum atau spesifik ).
  • Alokasi harga perolehan atau dasar yang lain berdasarkan manfaat yang akan diperoleh pada setiap periode

Dari definisi penyusutan menurut PSAK, terlihat bahwa Konsep Hendriksen yang dianut adalah Konsep ke 2 (alokasi ), dan bukan Konsep 1 (pilihan). Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh AIA’s Committee on Terminology pada Tahun 1942 yang menegaskan bahwa : penyusutan adalah proses alokasi, bukan proses penilaian.

Pemilihan definisi penyusutan sebagai proses alokasi mengandung beberapa kelemahan antara lain:

  • Definisi ini bersifat sintatik dan tidak mempunyai arti dalam dunia nyata. Implikasinya adalah pemilihan metode penyusutan menjadi arbiter, karena tidak dihubungkan dengan penurunan nilai aset tetap.
  • Timbul keraguan tentang pemilihan periode alokasi, apakah sepanjang aset itu diniatkan untuk digunakan. Misalnya suatu perusahaan membeli aset berumur 10 tahun, tetapi hanya akan memakainya selama 3 tahun saja. Aset tersebut bersifat khusus sehingga tidak dapat dijual. Sebagai akibatnya aset tersebut harus dialokasikan selama 3 tahun Ataukah 10 tahun
  • Definisi ini membuat penyusutan tidak mencerminkan nilai sekarang dari jasa yang dikonsumsi ( yang dihasilkan oleh aset tetap ) pada periode berjalan. Ini menimbulkan ketidak konsistenan dalam Laporan laba rugi dimana pendapatan menggunakan nilai sekarang, tetapi beban penyusutan menggunakan nilai histories. Jadi laba bersih yang dihasilkan sebenarnya dinyatakan terlalu tinggi.
  • Penyusutan tidak menunjukkan penurunan fisik ( wear and tear ) dari aset tetap.

Usulan definisi Depresiasi

Karena kelemahan-kelemahan tersebut, maka beberapa pendapat mengusulkan untuk mengubah definisi depresiasi. Comitte on Concept and Standard dari AAA mengusulkan bahwa depresiasi dapat diartikan sebagai sebagai penurunan dari jasa yang dapat diberikan oleh suatu aset tetap. Aset menggambarkan suatu tempat penyimpanan jasa yang mungkin dihasilkan oleh aset tersebut. Saat aset digunakan, kuantitas jasa akan berkurang dan harus diakui sebagai beban.

Pendekatan ini juga dianut dalam ARS 3 yang menyatakan:

Akuntansi depresiasi adalah proses alokasi Biaya atau dasar lain dari jasa yang dapat diberikan oleh bangunan atau peralatan untuk produk atau periode yang memanfaatkan jasa tersebut .

Kelemahan dari pendekatan ini adalah :

  • Penyebab depresiasi seperti penggunaan aset, keausan dan kerusakan fisik (wear and tear) tidak dapat diukur secara normal. Tidak ada hubungan langsung antara penggunaan aset dengan penghasilan yang diperoleh pada periode berjalan. Karenanya cara inipun hanya merupakan alokasi atas Biaya aset seperti pendekatan pertama
  • Sulit untuk menetapkan beberapa harga per unit jasa yang dihasilkan. Walaupun pendekatan ini lebih memiliki arti semantic, namun tetap tidak dapat menghasilkan pengukuran depresiasi yang tidak arbiter.

Perbaikan dan Pemeliharaan

Aset yang didepresiasi sesungguhnya terdiri dari kumpulan aset. Misalnya : truk yang terdiri dari mesin, karburator, ban dan seterusnya. Setelah digunakan maka truk semakin usang dan kemampuan truk untuk memberikan jasa berkurang.

Penurunan kemampuan ini yang sebelumnya kita difinisikan sebagai depresiasi. Jika kemudian bagian-bagian truk diganti dan diperbaharui, maka timbul biaya pemeliharaan

Metode depresiasi yang menghubungkan antara Biaya pemeliharaan dan depresiasi adalah Metode penggantian ( replacement). Ketika aset digunakan sehingga beberapa bagian didalamnya memerlukan pengantian, maka biaya penggantian tersebut merupakan beban depresiasi periode berjalan. Harga perolehan aset dipertahankan sebagai Nilai buku dari aset tanpa memperhatikan biaya penggantian yang terjadi. Modifikasi dari Metode ini menggunakan suatu akun penampung (reserve) dan membebankan depresiasi secar periodic pada usia awal hingga biaya penggantian mencapai suatu tingkat yang konstan.

Perbaikan (repairs)

Jika pemeliharaan menggambarkan biaya normal untuk mempertahankan penggunaan aset secara efisien, maka perbaikan (repairs) mengacu pada pemulian aset tanpa meningkatkan kapasitas masa manfaatnya.

Meskipun begitu perbaikan ini dapat diartikan :

  1. Penyesuaian mesin atau tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memperbaiki komponen yang rusak menjadi seperti semula.
  2. Penggantian satu atau beberapa komponen aset tanpa mengganti seluruh aset

Akuntan sering merekomendasikan agar biaya perbaikan diestimasi selama masa manfaat aset dengan membuat suatu penyisihan ( allowance). Penyisihan ini sebaiknya diperlakukan sebagai kontra akun dari aset yang dimaksud, sama seperti perlakuan atas depresiasi.

Konsep Capital Maintenance

Konsep ini menggambarkan perusahaan sebagai suatu kumpulan aset. Dengan asumsi kelangsungan usaha maka tidak ada depresiasi melainkan hanya adanya penggantian dan perbaikan aset rutin. Berdasarkan konsep ini, laba timbul jika total aset yang diinvestasi pada akhir periode melebihi saldo awalnya ( dengan asumsi tidak ada transaksi ekuitas dan dividen seama periode berjalan).

Kelebihan dari konsep ini adalah adanya pengakuan perubahan nilai uang dan pengakuan nilai penggantian aset tertentu. Kelemahannya adalah konsep ini tidak dapat memisahkan antara laba operasi dengan keuntungan dan kerugian luar biasa.

Aset Tak Berwujud

Karakteristik dan Pengakuan

Aset tak berwujud adalah aset tak lancar dan tak berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hokum kepada pemiliknya dan dalam Laporan Keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi aset t=yang lain. Salah satu karakteristik aset tak berwujud yang paling penting adalah tingkat ketidakpastian mengenai Nilai dan manfaatnya dikemudian hari.

Beberapa karakteristik aset tak berwujud yang membedakannya dengan aset tetap adalah:

  1. Tidak tersediannya penggunaan alternative, contohnya adalah hak proteksi pangsa pasar, pemilikan prses/produk ekslusif dan lainnya. Namun menurut Hendriksen, ada beberapa pengecualian atas sifat ini. Misalnya menggunakan merk “mickey mouse” yang tidak hanya terbatas pada film tapi juga untuk dijual sebagai produk lain.
  2. Tidak dapat dipisahkan, maksudnya aset tak berwujud tidak dapat dipisahkan dengan perusahaan. Aset ini ada dan memiliki Nilai hanya karena dikombinasikan dengan aset berwujud lain. Namun ada beberapa sanggahan atas pendapat ini, pertama bahwa banyak aset tak berwujud yang terpisah seperti copyright. Kedua, bahwa aset berwujudpun hanya bernilai karena dikombinasikan oleh aset tak berwujud. Karenanya kedua aset memiliki nilai dan harus diakui.
  3. Tinginya ketidakpastian atas manfaat masa depan yang mungkin diterima. Hal ini menyebabkan sulit untuk menghubungkan aset tak berujud dengan penghasilan perusahaan pada periode tertentu, sehingga sebaiknya aset tak berwuud langsung dibebankan pada periode berjalan ( pendekatan konservatif ). Namun sekali lagi, beberapa aset tak berwujud memiliki manfaat yang pasti seperti Nilai pendidikan perguruan tinggi dianggap lebih pasti dari pengambangan suatu jenis peralatan.

3.2. Pengukuran dan Amortisasi

Aset tak berwujud bias sangat sulit diukur. Solusi yang biasa diambil adalah dengan memperlakukan aset tak berwujud sebagai nilai residu. Secara prinsip nilai yang paling informative adalah nilai sekarang dari manfaat yang diproyeksikan. Goodwill merupakan salah satu aset tak berwujud yang paling penting, karenanya bahasan mengenai pengukuran aset tak berwujud akan difokuskan kepada pengukurn goodwill.

Pengukuran Goodwill

Ada 3 pendekatan dalam mengukur goodwill yaitu :

1. Goodwill sebagai sikap yang menguntungkan terhadap perusahaan.

  1. Goodwill seringkali dianggap timbul dari hubungan bisnis yang menguntungkan, hubungan baik dengan pekerja dan sikap pelanggan yang menguntungkan. Sebenarnya goodwill hanya mewakili manfaat residu yang tidak dapat diasosiasikan dengan suatu aset tertentu. Itu merupakan hasil dari Manajemen bisnis yang baik dan keuntungan dari monopolis.
  2. Nilai sekarang ( present value ) dari pendapatan yang melebihi normal. Jika Perusahaan berhasil memperoleh pendapatan yang melebihi pendapatan normal dalam suatu jenis industri, maka kelebihan atas pendapatan normal tersebut dikapitalisir sebagai aset tak berwujud. Namun sebenarnya tidak ada suatu cara untuk menilai perusahaan secara obyektif.
  3. Goodwill sebagai suatu akun penilaian utama ( mastr valuation account ), dimana goodwill merupakan kelebihan harga perusahaan secara keseluruhan jika dibandingkan dengan total harga jual aset perusahaan jika dijual secara individu. Jadi goodwill hanyalah nilai perusahaan yang tidak dapat di hubungkan dengan suatu aset tertentu. Dengan kata lain satu ditambah satu ( aset) tidak sama dengana dua, melainkan lebih dari dua karena telah terjadi sinergi yang menyebabkan nilai keseluruhan perusahaan bertambah.

Amortisasi

Aset tak berwujud tidak tetao yang dibuat secara bertahap oleh perusahaan melalui pengeluaran tahunan akan dibebankan langsung sebagai beban operasi.

Namun aset tak berwujud yang dibeli secara gabungan ( lump sum ) atau yang dikembangkan melalui pengeluaran yang luar biasa dan terindentifikasi seringkali dikapitalisasi dan diamortisasi. Setelah Nilai aset tak berwujud ditentukan, hal lain perlu diestimasikan adalah :

  1. Masa manfaat aset
  2. Pola alokasi selama beberapa periode umur aset

Amortisasi untuk Aset tak Berwujud yang umurnya terbatas

Paten, copyright, dan beberapa franchise mempunyai umur maksimum berdasarkan hukum, dan jarang sekali umur ekonomis melebihi umur menurut hokum ini. Jika umur ekonomi jauh lebih Pendek dari umur menurut hokum, maka umur ekonomislah yang seharusnya digunakan. Meskipun begitu aset yang diperoleh setelah 1 Nov. 2970 tidak boleh diamortisasi lebih dari 40 tahun.

APB menganjurkan agar aset tak berwujud diamortisasi dengan Metode garis lurus, kecuali jika Metode sistematis lainnya dianggap lebih layak.

Amortisasi untuk Aset tak berwuud yang umumnya tak terbatas

Trademark, trade names, organizationcost dan goodwill merupakan contoh aset tak berwujud yang dianggap memiliki umur yang tak terbatas. APB mengharuskan aset tak terbatas ini diamortisasi selama estimasi periode manfaat mereka, tapi tidak boleh melebihi 40 tahun. Batasan 40 tahun ini merupakan hal arbiter dan alasan digunakannya adalah bahwa Jangka waktu ini cukup panjang sehingga tidak ada dampak yang signifikan terhadap laba pada satu periode.

PSAK memiliki batasan yang berbeda untuk periode amortisasi. PSAK No.19 19 paragraf 17 menyatakan bahwa :

Periode amortisasi tidak boleh melebihi 20 tahun. Periode 20 tahun ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa dalam Jangka waktu 20 tahun sudah banyak perkembangan yang terjadi sehingga setelah lewat waktu 20 tahun aset tak berwujud tersebut diperkirakan tidak ada manfaat keekonomiannya lagi.

Beberapa Masalah dalam Aplikasi

Menerapkan suatu aturan umum atas Akuntansi aset tak berwujud pada suatu situasi khusus memerlukan banyak pertimbangan Manajemen dan akuntan mereka. Berikut adalah pembahahasan mengenai beberapa peraturan arbiter yang dipaksakan untuk memperoleh keseragaman.

Program Licences Agreements

SFAS 63 mengatus masalah Akuntansi khusus yang berhubungan dengan usaha penyiaran ( broadcaster ). FASB memperbolehkan izin untuk menyiarkan ini sebagai aset tak berwujud jika memenuhi criteria yang ditentukan. Sementara itu mengenai masalah pengukuran FASB mrngizinkan penggunaan Nilai diskonto ataupun Nilai kotor padahal Nilai kotor tersebut bertentangan dengan APB No.21 yang mengatakan bahwa aset harus dinilai sebesar Nilai diskontonya.

Biaya Penelitian dan Pengembangan

Jika biaya penelitian dan pengembangan (litbang ) ini ditujukan untuk mengembangkan produk baru, memperbaiki produk lama, atau mengurangi Biaya operasional dimasa depan, maka biaya ini dianggap memiliki manfaat dimasa depan.

Karenanya sesuai dengan konsep pengaitan biaya (matching) biaya ini harus dikapitalisasikan dan diamortisasi selama periode masa manfaatnya. Jika perusahaan diharuskan untuk membebankan biaya litbang, maka hal ini akan menjadi insentif bagi manajemen untuk memotong biaya penelitian guna meningkatkan laba meskipun penelitian ini dibituhkan untuk mempertahankan pangsa pasar.

FASB dalam SFAS 2 mengharuskan bahwa semua biaya litbang dibebankan pada saat terjadinya, kecuali jika biaya ini dilakukan untuk pihak lain berdasarkan kontrak. Rekomendasi ini didasarkan atas alasan bahwa tidak ada hubungan sebab akibat yang dapat ditemukan antara biaya litbang dengan manfaatnya di masa depan.

Pembebanan biaya litbang ini menimbulkan situasi yang aneh saat menghitung goodwill. Goodwill dari pembelian perusahaan dihitung saat semua aset yang dapat diidentifikasi dinilai. Litbang merupakan aset yang dpat diindentifikasi, sehingga pembeli perusahaan harus menetapkan Nilai litbang. Setelah Nilai litbang ditentukan dan goodwill dihitung, litbang tersebut kemudian harus dihaous sesuai dengan SFAS 2 tersebut.

Karena begitu besarnya ketidakpastian, profesi Akuntansi telah menyederhanakan dan menstandarisasi praktek Akuntansi dengan mensyaratkan bahwa semua biaya litbang dibebankan saat terjadinya.

Walaupun demikian ada juga beban litbang yang dapat dikapitalisir. Misalnya :

  • Bahan, peralatan dan fasilitas yang dapat dipakai untuk kegiatan lainnya dimasa depan
  • Pembelian aset tak berwujud yang mempunyai alternative penggunaan dimas depan

PSAK No.20 sebaliknya mengatur bahwa litbang boleh diakui sebagai aset jika memenuhi semua criteria berikut :

  1. Produk atau proses didefinisikan dengan jelas dan biaya-biaya yang dapat di atribusikan kepada produk atau proses dapat diindentifikasi secara terpisah dan diukur secara handal.
  2. Kelayakan teknis dari produk atau proses dapat ditunjukkan
  3. Perusahaan bermaksud untuk memproduksi dan memasarkan, atau menggunakan produk atau proses tersebut.
  4. Adanya pasa untuk produk atau proses tersebut, atau jika akan digunakan sendiri, kegunannya untuk perusahaan dapat ditunjukkan.
  5. Terdapat sumber daya yang cukup, atau ketersediannya dapat ditunjukkan produk atau proses tersebut.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa :

  • Semua pengeluaran litbang yang dikembangkan di dalam perusahaan harus langsung dibebankan kecuali yang berhubungan dengan Biaya hokum untuk memperoleh hak paten dan mempertahankan paten didepan pengadilan.
  • Jika pengeluaran litbang itu dilakukan oleh pihak lain maka biayanya boleh dikapitalisir sepanjang dapat memberi manfaat dimasa depan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Download PSAK terbaru | PDF | exposure draft

Contoh jurnal penjualan dan pertukaran aktiva tetap

Contoh jurnal dan cara menghitung PPh pasal 22