Featured Post

Belajar pajak berbasis SPT 2024

Belajar pajak bukan hanya mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Pajak yang berlaku di suatu negara adalah suatu sistem, sistem perpajakan. Memahami sistem berarti Anda harus melihatnya sebagai bagian-bagian yang saling berhubungan, siapa saja pihak yang terlibat, serta tujuan akhir yang ingin dicapai. Ketentuan pajak juga merupakan norma hukum yang harus dipatuhi dan memiliki konsekuensi berupa sanksi, bahkan hingga hukuman pidana, bagi yang melanggarnya. Materi yang WSD berikan di sini dimaksudkan untuk berpihak kepada Anda sebagai Wajib Pajak. Cakupan materi dilengkapi secara inkremental dan dimutakhirkan setiap saat. Anda akan mendapati satu entry baru setiap hari. Semoga bermanfaat. WSD kembali menyelenggarakan Brevet Pajak dan Kursus Akuntansi Praktis! Hubungi admin (WhatsApp) untuk info lebih lanjut. Ketentuan umum dan tata cara perpajakan NPWP: nomor pokok wajib pajak NPWP orang pribadi PKP: pengusaha kena pajak Pajak penghasilan orang pr

Penyusutan fiskal harta berwujud

UU PPh pasal 11 ayat (1) mengatur: penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

Perhatikan, penyusutan dilakukan atas pengeluaran terkait harta berwujud, bukan terhadap harta berwujudnya secara fisik. Penyusutan adalah pembebanan sebagai biaya (alokasi biaya). Ketentuan di atas secara umum mengharuskan penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus (dalam bagian-bagian yang sama besar).

Penyusutan tanah, bolehkah?

Penyusutan tidak dilakukan atas pengeluaran terkait tanah yang berstatus hak milik, dan pengeluaran yang pertama kali terkait hak atas tanah berupa hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai. Dengan kata lain, pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, dan pengeluaran untuk memperoleh tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang pertama kali, tidak boleh disusutkan.

Apa yang dimaksud pengeluaran yang pertama kali? Pengeluaran terkait tanah yang pertama kali adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai dari pihak ketiga dan pengurusan hak-hak tersebut dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya.

Perlakuan pajak atas pengeluaran terkait tanah yang pertama kali berbeda dengan biaya perpanjangan. Biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai diamortisasikan selama jangka waktu hak-hak tersebut.

Tanah bisa disusutkan hanya jika dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki dan nilainya berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan. Sebagai contoh, tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau perusahaan batu bata.

Metode penyusutan fiskal

UU PPh pasal 11 ayat (2) mengatur: penyusutan atas pengeluaran harta berwujud, selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.

Berdasarkan ketentuan ayat (1) dan ayat (2) dapat disimpulkan, metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan UU PPh adalah:

  • dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line method)
  • dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method)

Metode garis lurus wajib digunakan untuk bangunan. Harta berwujud selain bangunan bisa menggunakan salah satu dari metode di atas.

Metode penyusutan yang dipilih harus diterapkan secara taat asas (konsisten): metode yang sama digunakan dari tahun ke tahun.

Sesuai dengan pembukuan (kebijakan akuntansi) Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan.

Contoh penggunaan metode garis lurus

Sebuah gedung harga perolehannya Rp1.000.000.000. Masa manfaatnya adalah 20 tahun. Penyusutan setiap tahun dengan metode garis lurus adalah Rp50.000.000 (= Rp1.000.000.000 ÷ 20). Dengan kata lain, selama 20 tahun pengeluaran untuk memperoleh gedung dikurangkan sebagai biaya secara bertahap setiap tahun dengan jumlah yang sama Rp50.000.000.

Jika pembukuan wajib pajak menggunakan masa manfaat yang lebih pendek, misalnya 15 tahun, dengan nilai residu ditetapkan Rp100.000.000, penyusutan setiap tahun menurut pembukuan adalah Rp60.000.000 [= (Rp1.000.000.000 – Rp100.000.000) ÷ 15].

Dalam rekonsiliasi fiskal, selisih lebih besar Rp10.000.000 (= Rp60.000.000 – Rp50.000.000) disebut perbedaan temporer atau beda waktu. Perbedaan tersebut mengakibatkan penghasilan neto komersial lebih rendah daripada penghasilan neto fiskal yang seharusnya, sehingga mengharuskan penyesuaian fiskal positif.

Contoh penggunaan metode saldo menurun

Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2023 dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000. Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 tahun. Dengan kata lain, tarif penyusutan adalah 50% (= 2 × 25%). Penghitungan penyusutannya dengan metode saldo menurun dua kali (double-declining) adalah sebagai berikut.

  • 2023: 50% × Rp150.000.000 = Rp75.000.000
  • 2024: 50% × (Rp150.000.000 – Rp75.000.000) = Rp37.500.000
  • 2025: 50% × (Rp75.000.000 – Rp37.500.000) = Rp18.750.000
  • 2026: Rp37.500.000 – Rp18.750.000 = Rp18.750.000

Jika pembukuan wajib pajak menggunakan masa manfaat yang lebih panjang, misalnya 5 tahun, tarif penyusutan menjadi 40% (= 2 × 20%). Penghitungan penyusutan menurut pembukuan adalah sebagai berikut.

  • 2023: 40% × Rp150.000.000 = Rp60.000.000; nilai buku Rp90.000.000
  • 2024: 40% × Rp90.000.000 = Rp36.000.000; nilai buku Rp54.000.000
  • 2025: 40% × Rp54.000.000 = Rp21.600.000; nilai buku Rp32.400.000
  • 2026: 40% × Rp32.400.000 = Rp12.960.000; nilai buku Rp19.440.000
  • 2027: Rp19.440.000; nilai buku Rp0

Pada akhir tahun 2023, penyusutan komersial Rp60.000.000 lebih kecil daripada penyusutan fiskal yang seharusnya Rp75.000.000, mengakibatkan penghasilan neto komersial lebih tinggi sebesar Rp15.000.000 daripada penghasilan neto fiskal. Selisih Rp15.000.000 merupakan perbedaan temporer yang mengharuskan koreksi fiskal negatif.

Kapan penyusutan dimulai?

Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, atau pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta, sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata.

Sebagai contoh, pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp1.000.000.000. Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2023 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2024. Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret tahun pajak 2024.

Contoh lainnya, sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2023 dengan harga perolehan sebesar Rp100.000.000. Masa manfaat mesin tersebut adalah 4 tahun. Dengan tarif penyusutan 50% (2 × 25%), penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut.

  • 2023: 50% × Rp100.000.000 × 6/12 = Rp25.000.000; nilai buku Rp75.000.000
  • 2024: 50% × Rp75.000.000 = Rp37.500.000; nilai buku Rp37.500.000
  • 2025: 50% × Rp37.500.000 = Rp18.750.000; nilai buku Rp18.750.000
  • 2026: Rp18.750.000; nilai buku Rp0

Berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, saat mulainya penyusutan dapat dilakukan pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan. Saat mulai menghasilkan dikaitkan dengan saat mulai berproduksi, bukan dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan.

Sebagai contoh, PT XPlant yang bergerak di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun 2023. Perkebunan tersebut mulai menghasilkan (panen) pada tahun 2024. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai tahun 2024.

Penyusutan aset yang direvaluasi

Jika Wajib Pajak melakukan penilaian kembali (revaluasi) aktiva berdasarkan ketentuan UU PPh pasal 19, dasar penyusutan harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.

Masa manfaat dan tarif penyusutan

Berbeda dengan akuntansi keuangan yang mendasarkan masa manfaat aset pada masa manfaat sesungguhnya atau masa manfaat sesuai intensi manajemen, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan dalam UU PPh sebagai berikut.

penyusutan fiskal

Bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun. Contohnya adalah barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan.

Jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan diatur lebih rinci dalam PMK-96/PMK.03/2009.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Download PSAK terbaru | PDF | exposure draft

Contoh jurnal penjualan dan pertukaran aktiva tetap

Contoh jurnal dan cara menghitung PPh pasal 22